“Jika
pengalaman adalah guru terbaik, maka menjadi guru adalah pengalaman terbaik”
Oleh:
Eli Siti Aliyah, S.Pd.I (Guru Kelas 6 SD Negeri 1 Ciputat)
sudah dimuat Azkiya Publishing
Enam belas tahun bukan waktu yang singkat dalam menjalani profesi sebagai guru. Guru tepatlah dikatakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru sangat jauh berbeda dengan profesi seorang karyawan. Seorang karyawan pulang tanpa membawa banyak pekerjaan. Sementara guru, seringkali membawa tanggungan pekerjaan sebagai hasil dari suatu pembelajaran di sekolah.
Seorang guru
menjadi orang tua kedua, perencana kegiatan belajar, seseorang yang dituntut
pandai berkomunikasi, berfikir jauh ke depan, mengorganisasi sebuah kelas,
ataupun sosok yang bisa mengayomi. Namun dibalik setumpuk tugas administrasi
yang banyak, menjadi seorang guru merupakan panggilan jiwa dan pengalaman
terbaik.
SDN 1 Ciputat
menjadi tempat yang penuh dengan kenangan dan pengalaman berharga untukku. Di
sana aku mengabdikan diriku menjadi seorang guru. Waktu enam belas tahun tak
terasa telah kulewati bersama rekan sejawat dan murid-muridku di sana.
Awalnya aku datang
ke SDN 1 Ciputat ketika aku baru keluar SMA, dan melanjutkan kuliah di jurusan
keguruan. Pertama kali aku diberi tugas mengajar di kelas tiga. Masih teringat
jelas dibenakku bagaimana kaku dan canggungnya aku ketika berhadapan dengan
murid-muridku. Tetapi seiring berjalannya waktu akupun mulai terbiasa dengan
proses pembelajaran di kelas. Aku mulai nyaman ketika berinteraksi dengan
murid-muridku.
Ada berbagai
karakter peserta didik yang harus aku hadapi, aku pun dituntut untuk bisa
memfasilitasi mereka semua. Saat aku melihat muridku berhasil dalam
pembelajarannya ada rasa bahagia di hatiku, aku bisa mengamalkan ilmu untuk
bekal mereka menjalani hidup.
Di tahun keempat
aku berada di SDN 1 Ciputat, aku diberi tugas untuk mengajar di kelas satu.
Ketika kepala sekolah mengumumkan pembagian tugas mengajar dan mengatakan bahwa
aku ditugaskan mengajar di kelas satu, sontak dalam hatiku berkata “ya Allah,
kelas satu? Bagaimana ini? Apakah aku bisa menghadapi anak-anak kelas satu?”.
Aku tidak yakin kalau aku mampu mengajar di kelas satu. Tetapi saat aku berada
dalam ketidak yakinanku, teman-teman sejawatku terus memotivasi dan
meyakinkanku bahwa aku bisa. Dengan motivasi dari mereka aku pun merasa
tertantang dan yakin aku pasti bisa!.
Mengajar kelas
satu memang membutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang extra, apalagi pada
waktu itu belum banyak sekolah TK/PAUD, sehingga siswa kelas satu itu
benar-benar berasal dari rumah tangga yang belum bisa apa-apa. Jangankan lancar
membaca dan berhitung, mengenal huruf dan angkapun masih banyak yang belum
bisa. Bagaimana bisa mencapai target kurikulum yang telah ditentukan
pemerintah, sementara kondisi peserta didik masih banyak yang belum bisa
calistung. Itu menjadi tantangan terbesarku.
Mengajar di kelas
satu memang pengalaman yang sangat berbeda. Suatu hari, ketika aku sedang
mengajar membaca. Aku memanggil salah seorang muridku yang bernama Intan untuk
belajar membaca di depan kelas. Ketika sedang asyik membaca, tiba-tiba aku
melihat air mengalir di lantai. Aku merasa heran, dari mana air itu berasal.
Ketika aku lihat ternyata rok Intan basah dan dia mengompol. Akupun tertawa
geli melihatnya. Tidak jarang memang saat mengajar di kelas satu, menghadapi
siswa yang menangis atau bahkan mengompol di kelas.
Setiap tahun di
tingkat kecamatan selalu diadakan lomba akademik, termasuk lomba calistung
untuk kelas satu, dua, dan tiga. Setiap sekolah diharuskan mengirimkan satu
orang perwakilannya untuk mengikuti lomba tersebut. Pada waktu itupun aku
ditugaskan oleh kepala sekolahku untuk membawa salah satu siswa kelas satu
untuk mengikuti lomba calistung. Saat itu aku menunjuk muridku yang bernama
Elis Iswatun Hasanah untuk bersaing di lomba calistung mewakili SDN 1 Ciputat.
Akupun menyiapkan dia dengan berlatih disela-sela waktu istirahat atau setelah
pembelajaran berakhir. Tidak banyak waktu yang kami punya untuk berlatih,
karena waktu perlombaanpun semakin mendesak. Namun dengan tekad dan semanagat
untuk memberikan hasil yang terbaik untuk sekolah, kamipun terus berlatih.
Waktu
perlombaanpun tiba, di lomba calistung tersebut ada beberapa tahapan yang harus
dilalui. Dimulai dari mengerjakan soal pilihan ganda tentang membaca pemahaman,
berhitung, menulis sambung, sampai membaca cepat. Satu persatu tahapan tersebut
bisa dilalui dengan lancar. Setelah semua tahapan selesai, para peserta lomba
dipersilahkan untuk keluar kelas, dan para juri siap menilai hasil perlombaan.
Kamipun setia menunggu dengan berharap mendapat kabar gembira. Sampai pada
saatnya panitia mengumumkan hasil dari perlombaan yang telah dilaksanakan. Ada
perasaan tak percaya dan haru ketika panitia menyebutkan juara satu lomba
calistung itu bernama Elis Iswatun Hasanah yang tidak lain adalah muridku dari
SDN 1 Ciputat.
Tahun 2018 tepat
45 hari setelah aku melahirkan anak keduaku, aku mendapat undangan untuk
mengikuti pretest PPG, akupun mengikuti tes tersebut bersama teman kerjaku di
SDN 1 Ciputat. Aku tidak begitu paham untuk apa tes tersebut dan bagaimana
akhirnya. Fikirku dalam hati “sudahlah yang penting aku sudah mengerjakan tes
itu dan pertanyaan-pertanyaannya berhasil terjawab semua”. Setelah beberapa
purnama, barulah ada pengumuman hasil dari pretest yang aku ikuti. Dan hasilnya
ternyata aku dinyatakan lulus pretest PPG tersebut.
Di tahun yang sama
pula aku mengikuti tes CPNS yang diadakan oleh pemerintah. Saat itu aku melamar
di luar kota, karena di kotaku sendiri tidak membuka formasi. Pada tes CPNS ini
ada beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu seleksi administrasi, SKD, SKB,
dan pemberkasan.
Aku bersama
teman-temanku yang lain bersemangat menyiapkan berkas-berkas yang harus
dikirimkan untuk persyaratan CPNS tersebut. Setelah menunggu berminggu-minggu
dengan perasaan dag dig dug aku dinyatakan lulus administrasi dan bisa
melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu Seleksi Kompetensi Dasar (SKD).
Tiba pada waktunya
pelaksanaan SKD akupun mengikuti tes tersebut dengan perasaan semangat, dengan
diiringi do’a dari suami, orang tua, rekan sejawat, sanak saudara dan
teman-temanku yang tentunya berharap supaya aku bisa lulus. Berkat do’a dari
mereka akupun bisa mengerjakan tes tersebut dengan lancar. Walaupun soal-soal
di tes tersebut di luar prediksi dan lumayan membuat kepalaku pusing. Awalnya
aku merasa pesimis tidak bisa lulus di SKD itu karena aku tidak bisa mencapai
passing grade yang telah ditentukan pemerintah. Namun suatu keajaiban datang,
ternyata pemerintah menurunkan passing grade untuk kelulusan SKD tersebut, dan
akhirnya aku dinyatakan lulus passing grade dan bisa melanjutkan ke tahap
selanjutnya yaitu Seleksi Kompetesi Bidang (SKB) di Bandung.
Diantara
kesibukanku sebagai guru juga sebagai ibu rumah tangga yang saat itu anak
keduaku baru berusia tujuh bulan, aku menyiapkan diriku untuk mengahadapi SKB.
Tiba saatnya aku berangkat ke Bandung untuk mengikuti tes tersebut. Ini
merupakan pengalaman pertamaku mengikuti tes CPNS berbasis CAT. Perasaan
tegang, haru, bingung, takut, dan bangga berkecamuk dalam batinku. Dalam hatiku
pun terus berdo’a semoga Allah memberikan kelancaran dan kemudahan untuk setiap
urusanku. Saat di ruangan tes, dan aku berhadapan dengan soal-soal SKB, aku
merasa soal-soal itu terlalu sulit dan membuat aku merasa tidak yakin dengan
kemampuanku. Benar saja ternyata aku tidak bisa mencapai passing grade yang
telah ditentukan, akupun dinyatakan tidak lulus di tahap SKB.
Hmmmm, aku merasa
sedih dan kecewa karena aku tidak bisa mewujudkan harapan orang tuaku untuk
menjadi seorang ASN. Tetapi orang tuaku berkata, kalau ini mungkin belum
menjadi rizkiku dan mereka terus mendo’akan yang terbaik untukku. Mereka terus
memberiku semangat untuk terus bisa mengejar cita-citaku.
Di tahun
berikutnya pemerintah kembali membuka lowongan CPNS, akupun merasa bersemangat
dan berharap banyak untuk bisa mengikuti tes itu. Apalagi kali ini di kotaku
sendiri membuka formasi. Seperti biasa untuk tes CPNS ini ada tahapan-tahapan
yang harus dilalui. Tahapan pertama yang harus dilalui adalah kelengkapan
administrasi. Dengan penuh harapan aku kembali menyiapkan berkas-berkas yang
harus dikirim secara online. Diantara batas waktu yang telah ditentukan untuk
pendaftaran, beredar issue yang menyatakan bahwa lulusan dari kampus dimana aku
menimba ilmu dinyatakan tidak bisa mengikuti tes CPNS di kotaku. Padahal waktu
itu aku sudah melakukan pendaftaran dan berharap sekali supaya aku bisa lulus
tahap administrasi dan ikut di tahap selanjutnya yaitu SKD.
Benar saja
ternyata, setelah ada pengumuman hasil seleksi administrasi, aku dinyatakan
tidak lulus. Saat itu aku merasa sangat sedih, kecewa, marah, dan kesal
bercampur jadi satu. Lagi-lagi harapanku menjadi ASN harus pupus kandas di
tengah jalan ibarat bunga yang layu sebelum berkembang.
Di tengah
keterpurukanku ternyata ada secercah harapan dari suami, orang tua dan sahabat
yang selalu memberikan motivasi, semangat dan keyakinan bahwa sesungguhnya
Allah telah menyiapkan jalan lain yang lebih baik untuk aku bisa menggapai
anganku. Dan ternyata memang benar, Allah telah memberiku jalan lain untuk
tercapainya anganku. Aku terpanggil untuk program PPG dari pemerintah karena
kelulusanku di pretest PPG yang pernah aku ikuti.
Empat bulan
lamanya aku harus mengikuti kegiatan PPG secara daring dikarenakan saat itu
wabah covid sedang mendunia, itu adalah pengalaman pertamaku yang paling
menguras kesabaran, emosi, waktu dan segalanya. Perjalanan panjang yang penuh
liku saat mengikuti program PPG daring. Aku hampir merasa putus asa, namun
lagi-lagi suami, orang tua, dan rekan guru terutama kepala sekolahku terus
memberikan semangat supaya aku terus berjuang. Tahap demi tahappun bisa aku
lalui hingga sampai di tahap akhir yaitu Uji Pengetahuan (UP).
Dengan diiringi
do’a dari orang-orang yang menyayangiku, akupun pergi ke Bandung untuk
mengikuti UP tersebut. Tepat di tahun baru 2021 pengumuman hasil UP pun keluar.
Alhamdulillah berkat do’a dari semuanya akupun dinyatakan lulus . dan ini
artinya aku mempunyai golden ticket untuk jenjang karier yang aku harapkan
yakni menjadi seorang ASN.
Pemerintah membuka
lowongan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) untuk guru dan ini
merupakan kesempatan emas untukku karena lulusan PPG sudah memiliki tabungan
poin yang maksimal dan secara tidak langsung bisa lulus dengan hanya melampaui
passing grade managerial sosiokultur dan wawancara saja.
Aku bersama
suamiku bersemangat mengikuti tes P3K ini. Singkat cerita akhirnya setelah aku dan
suamiku mengikuti tes P3K tersebut, akupun dinyatakan lulus dengan nilai yang
memuaskan, begitu pula dengan suamiku yang dinyatakan lulus. Itu merupakan hal
yang sangat membahagiakan bagiku karena aku bisa mewujudkan cita-citaku dan
harapan orang tuaku.
Puji syukur
Alhamdulillah tak henti-hentinya aku panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
sesungguhnya atas izinNyalah aku bisa berada di titik sekarang ini. Tak lupa
pula ucapan terimakasih aku haturkan untuk orang-orang yang selama ini terus
menerus memberikanku semangat dan motivasi. Semoga kita semua selalu ada dalam
keberkahan Allah SWT.
ooOOOoo